PTKP Terbaru 2016 untuk Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap lainnya














Sehubungan telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016 yang mengatur tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

Batasan penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang Tidak dikenakan pajak penghasilan yaitu sampai dengan Rp 450.000 perhari dan tidak melampaui Rp 4.500.000 perbulan. Namun, ketentuan PTKP baru ini tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Selengkapnya dapat diunduh dibawah ini:
Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016.

PTKP Terbaru Tahun 2016


Tahun ini Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) kembali dinaikkan. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, sebagai Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK.010/2015. 


Berapa besarnya PTKP tahun 2016?

Jika diandingkan dengan PTKP tahun 2015, kenaikan PTKP tahun ini sebesar 50%. Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi, naik dari Rp 36 juta menjadi Rp 54 juta. Tambahan untuk WP Kawin, dari Rp 3 juta naik menjadi Rp 4,5 juta.

Sementara tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami seperti yang dimaksud dalam UU tentang Pajak Penghasilan, dari Rp 36 juta menjadi Rp 54 juta. Dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga, sebesar Rp 4,5 juta.

Aturan ini berlaku surut untuk tahun 2016, artinya perhitungan PTKP ini berlaku dari Januari 2016.


Kenaikan PTKP tahun ini tentunya kabar gembira, karena pajak penghasilan yang dipotong menjadi lebih kecil, yang juga barang tentu juga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Peraturan mengenai PTKP ini selengkapnya dapat diunduh dibawah ini.


Dasar - Dasar Perpajakan (lanjutan)











Halo semua, ini merupakan materi lanjutan Dasar-Dasar Perpajakan pada posting sebelumnya. Tanpa basa-basi silahkan dibaca :)



SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Dalam hal pemungutan pajak, harus sesuai dengan syarat berikut ini :

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang-Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis)
Di indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan pajak yang merupakan penyerapan sebagian sumber daya dari masyarakat tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yang baru.


TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

Pemungutan pajak dilakukan dengan tiga stelel pajak :
a. Stelsel nyata (riil stelsel) 
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan, kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui) 

b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) 
Penggenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 

c. Stelsel campuran 
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 


Sistem Pemungutan Pajak 


a. Official Assessment System 
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 
Ciri-cirinya: 
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus 
2) Wajib Pajak bersifat pasif
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus 

b. Semiself Assessment System 
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 

c. Self Assessment System 
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besrnyan yang terutang 
Ciri-cirinya: 
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang 
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi 

d. With Holding System 
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.



PENGELOMPOKAN PAJAK


1. Menurut Golongannya 
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 
Contoh: Pajak Penghasilan 

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai 

2. Menurut Sifatnya 
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 
Contoh: Pajak Penghasilan 

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 

3. Menurut Lembaga Pemungutannya 
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai. 

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 
Pajak daerah terdiri atas: 
· Pajak Daerah Tk.I (propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 
· Pajak Daerah Tk.II (kotamadya/kabupaten), contoh: Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Hotel, Pajak Hiburan, dan Pajak Bangsa Asing.

TARIF PAJAK
Tarif pajak dikelompokkan menjadi empat macam :

1. Tarif Sebanding/Proporsional 
Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. 
Contoh: untuk penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah Pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. 

2. Tarif Tetap 
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. 
Contoh: Bea Meterai, nominalnya tetap 3000 atau 6000 dan tidak ada tarif berupa persentase untuk pajak bea materai.

3. Tarif Progresif 
Persentasi tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 
Contoh: Pasal 17 UU PPh No 36 Tahun 2008 
Lapisan Penghasilan Kena Pajak 
· Sampai dengan Rp 50.000.000,00 tarif pajaknya 5% 
· Diatas Rp 50.000.000,00 – Rp 25.000.000,00 tarif pajaknya 15% 
· Diatas Rp 250.000.000,00 -  Rp 500.000.000,00  tarif pajaknya 25% 
· Diatas Rp 500.000.000,00 tarif pajaknya 30%

Menurut kenaikan persentasi tarifnya, tarif progresif dibagi: 
a. Tarif progresif-progresif: kenaikan persentasi semakin besar (Pasal 17 UU PPh No 36 Tahun 2008)
b. Tarif progresif tetap: kenaikan persentasi tetap 
c. Tarif progresif degresif: kenaikan presentasi semakin kecil 

4. Tarif Degresif 
Tarif Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil apabila Dasar Pengenaan Pajaknya menurun. Pada prakteknya, Undang-Undang Perpajakan di Negara Indonesia tidak pernah menggunakan tarif degresif.


PERLAWANAN PAJAK
Perlawanan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik

2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
b. Tax evasion, usaha merinagnkan beban pajak dengan cara yang melanggar Undang-Undang Perpajakan yang berlaku (menggelapkan pajak).

Dasar - Dasar Perpajakan

Halo semua, kali ini saya akan memposting materi Dasar - Dasar Perpajakan, seperti : Pengertian Pajak, Fungsi Pajak, Teori Pemungutan Pajak, dan Asas Pemungutan Pajak. Materi dasar-dasar perpajakan ini sangat berguna bagi anda yang baru memulai belajar pajak ataupun yang ingin menambah wawasan seputar pajak. Materi ini mungkin sudah banyak bertebaran di internet, tapi kali ini saya ingin meyajikan ulang. Lihat juga Dasar-Dasar Perpajakan pada postingan selanjutnya.

PENGERTIAN PAJAK
Berikut ini dipaparkan mengenai pengertian Pajak menurut para ahli:
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

Pajak ialah iuran rakyat kepada negaranya berdasarkan Undang-Undang atau peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor publik yang bisa dipaksakan dan yang langsung dapat ditunjuk serta digunakan untuk membiayai kebutuhan atau kepentingan umum.

Prof. Dr. Djajaningrat

Pajak merupakan kewajiban untuk memberikan sebagian harta kekayaan kepada negara karena kejadian, keadaan juga perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu dimana pungutan itu bukanlah sebuah hukuman, namun kewajiban berdasarkan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan bisa dipaksakan. Tujuannya tetap untuk memelihara kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Dr. Soeparman Soemahamidjaya

Pajak merupakan iuran wajib bagi warga, baik berupa uang maupun barang yang dipungut oleh penguasa menurut norma-norma hukum yang berlaku guna untuk menutup segala biaya produksi barang dan jasa untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara umum. 
Prof. Dr. PJA Andriani
Menurut beliau yang pernah menjadi guru besar di sebuah Perguruan Tinggi Universitas Amsterdam, pajak merupakan iuran rakyat atau masyarakat pada negara yang bisa dipaksakan dan terhutang bagi yang wajib membayarnya sesuai dengan peraturan UU dengan tidak memperoleh suatu imbalan yang langsung bisa ditunjuk serta digunakan untuk pembiayaan yang diperlukan pemerintah.


Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang adalah:

Undang - Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan pada Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya.

Menurut UU Perpajakan Nasional
Pajak ialah iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan peraturan undang-undang tanpa memperoleh imbalan langsung yang digunakan untuk pembiayaan segala pengeluaran secara umum serta pengeluaran pembangunan.


Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur, yakni:
1.   Iuran dari rakyat kepada negara. Yang   berhak   memungut   pajak   hanyalah   negara.  Yang   berhak   memungut   pajaka dalah   negara,   baik   melalui   pemerintah   pusat   maupun   daerah.  Iuran   tersebut berupa uang (bukan barang).
2.  Berdasarkan Undang-Undang.Pajak dipungut berdasarkan  atau dengan kekuatan  Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.  Sifat   pemungutan   pajak   adalah   dipaksakan   berdasarkan kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang beserta aturan pelaksanaannya.
3.  Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapatditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.   Digunakan   untuk   membiayai  pengeluaran  negara,   yakni   pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

FUNGSI PAJAK
Ada empat fungsi pajak :
1.   Fungsi anggaran (budgetair) :Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2.   Fungsi mengatur (regulerend) : Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3.   Fungsi stabilitas : Dengan adanya fungsi pajak sebagai stabilisator, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.   Fungsi redistribusi pendapatan : Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Keempat fungsi pajak di atas adalah fungsi dari pajak yang umum dijumpai di berbagai negara. Untuk penerapan di Indonesia sendiri saat ini pemerintah lebih menitik beratkan ke dua fungsi pajak yang pertama.

TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Berikut ini merupakan beberapa teori   yang   menjelaskan   atau   memberikan   justifikasi   pemberian   hak   kepada   negarauntuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah:
1.  Teori Asuransi : Negara  melindungi  keselamatan  jiwa,  harta  benda,  dan hak-hak rakyatnya. Olehkarena   itu   rakyat   harus   membayar   pajak   yang   diibaratkan   sebagai suatu remiasuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.  Artinya, Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak disamakan dengan membayar premi. Beberapa pakar menentang teori asuransi sebagai dasar pemungutan pajak karena jika timbul kerugian, tidak penggantian secara langsung dari negara, serta antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung.
2.  Teori Kepentingan : Pembagian   beban   pajak   kepada   rakyat   didasarkan   pada kepentingan  masing-masing orang.  Kepentingan yang dimaksud adalah perlindungan masyarakat atasjiwa   dan   hartanya   yang   seharusnya   diselenggarakan   oleh   pemerintah. Semakin besar   kepentingan   seseorang   terhadap   negara,   makin   tinggi   pajak   yang   harusdibayar.
3.  Teori Daya Pikul : Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan pajak harus sama   beratnya.  Artinya   pajak  yang  harus   dibayar   sesuai   dengan   daya pikul (besarnya   penghasilan   dan   besarnya   pengeluran)  masing-masing   orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu:
1.   Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang
2.   Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yangharus dipenuhi.
4.  Teori Bakti : Dasar   keadilan   pemungutan   pajak   terletak   pada   hubungan   rakyat   dengan negaranya.  Sebagai  warga  negara  yang berbakti, rakyat   harus selalu  menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. Oleh karena itu, negara memiliki hak mutlak untuk memungut pajak dari masyarakat. Teori bakti dikenal jugasebagai teori kewajiban mutlak. Berkebalikan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak   mengutamakan kepentingan   negara   diatas   kepentingan   warganya,   teori   inidapat   dikatakan   mengutamakan   kepentingan   negara   diatas   kepentingan masyarakat. 
5.  Teori Asas Daya Beli : Dasar   keadilan   terletak   pada   akibat   pemungutan   pajak.   Maksudnya   memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya  negara  akan menyalurkannya kembali  ke masyarakat dalam bentuk   pemeliharaan   kesejahteraan   masyarakat.   Dengan   demikian,  kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

ASAS - ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Apa yang menjadi asas dipungutnya pajak? Berikut ini merupakan asas pemungutan pajak yang dapat dipakai oleh suatu negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak baik bagi warga negara sendiri maupun asing. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

1. Asas domisili (domicile/residence principle)

Asas ini memberikan penjelasan bahwa suatu negara dapat mengenakan pajak terhadap Wajib Pajak berdasarkan Domisili. Yang dimaksud domisili disini adalah tempat tinggal untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan tempat kedudukan untuk Wajib Pajak badan. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak ini dapat dikenakan pajak sesuai ketentuan berlaku di negara tersebut. Asas ini tidak melihat apakah penghasilan tersebut di peroleh di dalam negeri maupun dari luar negeri.Contoh: Penghasilan yang diperoleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berdomisili (berkedudukan di Indonesia) dapat dikenakan pajak.

2. Asas sumber
Negara yang menganut asas ini dapat mengenakan pajak terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh di negara tersebut. Segala penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dapat mengenakan pajak tanpa melihat dimana Wajib Pajak berdomisili. Contoh: Penghasilan yang diterima oleh singapore Ltd. (Wajib Pajak Luar Negeri) atas jasa yang dimanfaatkan di Indonesia dapat dikenakan pajak.
3. Asas kebangsaan (Nationality/Citizenship Principle)
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Hampir sama halnya dengan asas domisili, suatu negara dapat mengenakan pajak atas status kewarganegaraan Wajib Pajak. Contoh: Luqman merupakan Warga Negara Indonesia yang berada di Thailand selama 5 bulan. Dalam rentang waktu tersebut, Luqman menerima penghasilan dari Thailand dan Indonesia. Maka Negara Indonesia berhak mengenakan pajak terhadap penghasilan yang diterima baik dari Thailand maupun Indonesia.